Menggugat Skandal SMS di Balik Ajang Indonesian Idol

JAKARTA - Ketika pengamen kereta api asal Bekasi, Jawa Barat, Januarisman Runtuwene alias Aris (24) terpilih menjadi bintang Indonesia Idol tahun 2008, muncul harapan, panggung Indonesian Idol bakal menjadi produsen penyanyi Indonesia yang handal dan kaya dalam berkarya.

Kemenangan Aris bak menafikan kekuatan tangan yang tak tampak (invisible hand) yang bernama bom SMS (layanan pesan singkat), atau kekuatan primordial kedaerahan atau kelompok.

Sejak babak penyisihan awal, ketiga hakim -Indra Lesmana, Titi Dwi Jayati, dan Anang Hermansyah, kala itu sudah meyakini Aris bakal jadi bintang Indonesian Idol saat itu. Titi bahkan sudah memberikan standing aplaus di babak dini ajang bergengsi tersebut.

Suara SMS mengamini pendapat ketiga hakim. Aris memang pantas menjadi bintang Indonesian Idol, bahkan mungkin menjadi mahabintang di sepanjang sejarah "Indonesian Idol" sampai akhirnya datang bintang baru, Sean.

Sean, seperti disampaikan para hakim, bukan hanya secara teknis menyanyi sempurna, tetapi juga cerdas menginterpretasikan lagu yang ia bawakan, bahkan menjadikan lagu yang ia bawakan menjadi lagu "miliknya".

Puncaknya adalah ketika ia membawakan lagu, "Don't Stop Me Now" yang aslinya dibawakan penyanyi Grup Queen, Freddy Mercury.

Tak seorang pun hakim menyangka, lagu itu di tangan Sean yang baru berusia 16 tahun menjadi lagu yang cocok dinyanyikan penyanyi perempuan. Aris atau para bintang Indonesian Idol lainnya? Belum tentu dia mempunyai kecerdasan setingkat Sean.

Skandal

Seperti halnya saat menghadapi Aris di babak awal penyisihan, ketiga hakim -Dhani Ahmad, Agnes Monica, dan Anang- pun sudah mengendus kepiawaian dan talenta Sean. Tapi apa yang terjadi pada Jumat (1/6/2012) malam lalu? Sean tersisih oleh SMS.

Ketiga hakim akhirnya menganulir kekuatan SMS tersebut dengan veto, sehingga Sean tidak tersisih. Akan tetapi, hak veto hanya diberikan sekali untuk mengantisipasi kekuatan "bom" SMS yang dinilai tidak adil dan pernah mencuat di media massa. Bahkan dalam portal kaskus, seseorang memberi tahu cara membuat "bom" SMS.
Begitulah jika semboyan Vox populi vox Dei (suara rakyat adalah suara Tuhan) sudah dimanipulasi menjadi Vox populi vox pecunna (suara rakyat adalah suara uang).

Hak veto yang cuma sekali diberikan kepada para hakim, tentu saja tak akan mampu membendung kekuatan uang di balik "bom" SMS. Jika penyelenggara "Indonesian Idol" membiarkan hal ini, maka kasus ini bakal menjadi skandal dan preseden buruk yang justru merusak industri musik Indonesia.

Penyelenggara Indonesia Idol seharusnya tidak memberikan hak veto yang cuma sekali kepada para yuri, tetapi menggratiskan SMS seperti dilakukan penyelenggara "American Idol" untuk mematikan kekuatan "bom" SMS. Kontrol terhadap prinsip, "Satu suara untuk satu nomor telepon genggam" juga harus dilakukan.

Maka, apabila pada babak penyisihan pekan depan masih terjadi hal seperti ini, sebaiknya Dhani Ahmad, Agnes Monica, dan Anang Hermansyah mundur sebagai hakim di depan publik sebagai pertanggungjawaban mereka.

Sebab, mereka hadir di Indonesia Idol bukan lagi sebagai hakim, tetapi cuma sekadar penggembira yang melantunkan humor dan retorika-retorika tentang keindahan saja.

Indonesian Idol cuma menjadi tontonan para pendukung peserta saja. Ironis memang, saat American Idol 2012 mengumumkan Philip (21) si pekerja toko di Leesburg, Georgia, sebagai bintang baru mengalahkan penyanyai balada Jessica Sanchez (16) asal Chula Vista, California, Indonesia Idol justru terjerambab skandal "bom" SMS.

Sekali lagi, Dhani, Agnes dan Anang lebih baik mundur jika "bom" SMS itu sudah sangat keterlaluan merusak pakem kepiawaian dan kecerdasan berseni suara. 

Artikel Terkait Music and Movie

Arsip Blog