Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) menyesalkan pernyataan Ketua Umum DPP Golkar Aburizal Bakrie soal mantan Presiden Soekarno.
Di sela-sela acara MKGR di Hotel Sultan (Minggu, 27/5), Aburizal menceritakan kisahnya saat bertemu dengan pendiri MKGR, RH Sudangi. Sugandi, ungkap Aburizal, pernah meminta kepada Soekarno untuk membuat organisasi yang bisa melawan Partai Komunis Indonesia (PKI). Namun saat itu ada beberapa syarat yang diajukan Sukarno kepada Sugandi. Syarat itu adalah membuat pagar ayu dan memenuhi massa di stadion utama, serta menempatkan wanita cantik di deretan paling depan.
Berdasarkan cerita tersebut, Aburizal menyimpulkan bawa Soekarno menyukai perempuan cantik. "Pesan moral beliau (Sugandi) adalah kalau saya jadi presiden jangan seperti itu, jangan yang cantik-cantik terus," kata Aburizal berseloroh.
Ketua Umum GMNI, Twedy Noviady, mengingatkan bahwa Soekarno merupakan proklamator bangsa Indonesia dan selama menjabat sebagai presiden tidak pernah memanfaatkan posisinya untuk kepentingan ekonomi, dan apalagi mencampuradukan urusan politik dengan bisnis. Dan sebagai manusia biasa, Soekarno tentu saja memiliki kelebihan dan kekurangan.
"Bung Karno sangat tahu cara menghargai perempuan. Ini dapat dilihat dari buku Sarinah yang beliau tulis sendiri. Bung Karno sangat jelas menggambarkan peran wanita dalam perjuangan politik," ungkap Twedy dalam keterangan tertulis kepada Rakyat Merdeka Online, Senin malam (28/5).
Menurut Tweddy, sudah sepantasnya Aburizal Bakrie menempatkan posisi Soekarno di tempat terhormat sebagai Bapak Bangsa.
"Pernyataan pak Ical soal Bung Karno sangat kami sayangkan dari sosok sekelas Pak Ical. Sebagai tokoh nasional, Pak Ical sebaiknya lebih menampilkan sosok kenegarawanannya. Sebagai tokoh politik seharusnya Pak Ical merangkul, dan bukan mencari musuh. Apalagi terhadap Bung Karno sebagai proklamator dan tokoh yang diakui perjuangannya di berbagai belahan dunia," ungkap Twedy.
Aburizal Bakrie, masih kata Tweddy, seharusnya bekerja keras untuk membuktikan kepada rakyat niat dirinya menjadi presiden bukan bagian dari upaya memuluskan kepentingan keluarga dan kerajaan bisnisnnya. Apalagi, Aburizal Bakrie harus mempertanggungjawabkan kewajibannnya pada korban lumpur Lapindo, dan bukan mengalihkan tanggungjawab kepada negara lewat pasa 18 UU APBNP 2012.
"Indonesia adalah ibu pertiwi kita yang merupakan konsep personifikasi nasional Indonesia. Ibu pertiwi atau patria adalah perempuan. Jika Pak Ical tidak memperhatikan soal perempuan, bisa dimaklumi kasus Lapindo tidak selesai-selesai. Ibu Pertiwi diperkosan dan ditelantarkan," demikian Twedy.