Sejak lama, temuan kebudayaan kuno berusia lebih dari 4.000 tahun di Lembah Indus, wilayah yang kini melingkupi India, Pakistan, Nepal dan Bangladesh -- telah memukau para arkeolog. Namanya peradaban Harappan.
Soal ketenaran, Harappan kalah dengan Mesir dan Mesopotamia, namun ia adalah yang terbesar. Meliputi wilayah seluas 386.000 mil persegi atau 1 juta kilometer persegi sepanjang Sungai Indus, dari Laut Arab hingga Singau Gangga. Pada puncaknya, peradaban ini diperkirakan menyumbang 10 persen populasi dunia.
Peradaban ini berkembang sekitar 5.200 tahun lalu, lalu terpecah belah antara 3.900 hingga 3.000 tahun lalu, saat warganya berpindah ke timur, meninggalkan pusat peradaban yang lambat laun menjadi kota hantu.
"Kita mengenal dekat peradaban Mesir dan Mesopotamia, namun peradaban Indus yang lebih besar dari keduanya benar-benar terlupakan hingga tahun 1920-an," kata peneliti Liviu Giosan, ahli geologi dari Woods Hole Oceanographic Institution di Massachusetts, seperti dimuat situs sains, LiveScience. "Bahkan hingga kini, banyak hal yang tidak kita ketahui dari mereka."
Hampir seabad lalu, para peneliti mulai menemukan bekas-bekas pemukiman Harappan, di sepanjang Sungai Indus sampai ke anak-anak sungainya. Bahkan hingga di daerah gurun di perbatasan India dan Pakistan. Kota kuno itu terbilang canggih di masanya, memiliki hubungan laut dengan Mesopotamia, juga perdagangan internal, seni dan kerajinan, juga tulisan yang belum terbaca.
"Mereka memiliki kota yang teratur, dengan pipa-pipa yang disusun indah, yang tak ditemukan hingga Kebudayaan Romawi Kuno," kata Giosan. "Masyarakatnya terlihat lebih demokratis daripada Mesopotamia dan Mesir. Buktinya, tak ada bangunan besar nan megah ditemukan, yang ditujukan untuk orang-orang penting semacam raja maupun firaun."
Penyebab kepunahan
Seperti halnya peradaban Mesir dan Mesopotamia, peradaban Harappan, yang beri nama berdasarkan salah satu kota terbesar mereka, juga berada dekat sungai.
Giosan dan para koleganya telah merekonstruksi lanskap dataran dan sungai di mana peradaban yang terlupakan itu berkembang. Temuan mereka menjelaskan nasib misterius dari peradaban ini.
Diduga kuat, ada campur tangan perubahan iklim dalam punahnya peradaban Harappan. "Penelitian kami mengungkap salah satu contoh paling jelas, tentang perubahan iklim yang menyebabkan runtuhnya sebuah peradaban," kata Giosan.
Para peneliti telah menganalisa data satelit lanskap yang dipengeruhi Sungai Indus dan sungai-sungai lainnya. Pada tahun 2003 sampai 2008, para peneliti mengumpulkan sampel sedimen dari perairan Laut Arab ke lembah subur di Punjab, lalu ke utara ke Gurun Thar. Ini untuk mengetahui asal-usul dan usia sedimen, sekaligus mengungkap perkembangan lanskap itu. "Bekerja di gurun dengan temperatur sampai 43 derajat Celcius sangat menantang bagi kami," kata Giosan.
Setelah mengumpulkan data sejarah geologi, "kami bisa menguji kembali apa yang sudah kami ketahui seperti bentuk pemukiman, apa yang ditanam dan kapan orang menanam, dan bagaimana perubahan lahan pertanian dan pemukiman," kata peneliti Dorian Fuller, arkeolog dari University College London. "Ini membuka pandangan baru tentang proses perpindahan warga ke timur, perubahan dalam masyarakat pertanian, dan kota-kota yang akhirnya mati."
Studi sebelumnya menawarkan kemungkinan, Harappan menerima air dari lelehan gletser Himalaya, melalui sungai suci dalam mitologi Hindu, Sarasvati. Namun, belakangan ilmuwan menemukan, peradaban bergantung pada sungai yang dialiri air hujan. Bukti arkeologi juga mengungkap, sepanjang sungai yang akhirnya kering kerontang di wilayah gurun di sepanjang lembah Hakra, sebelumnya adalah lokasi pemukiman Harappan.
Suatu ketika di masa lalu, hujan melemah, mematikan pertanian dan menggeser peradaban mengikuti aliran sungai selama 2.000 tahun. Gioson menjelaskan, insolasi -- energi matahari yang diterima Bumi -- dalam siklus bervariasi, bisa mempengaruhi musim hujan. "Dalam 10.000 tahun terakhir di belahan bumi Utara, insolasi tertinggi terjadi pada 7.000 hingga 5.000 tahun lalu. Setelah itu insolasi menurun.
Perpindahan peradaban Harappan menunjukkan, mereka adalah orang-orang tanggung yang mampu menyesuaikan diri. Selaa berabad-abad, orang-orang Harappan berpindah ke lembah Sungai Gangga, di mana musim hujan bisa diandalkan.
Kota pusat peradaban memang runtuh, tetapi komunitas pertanian kecil tetap hidup dan berkembang. Meski seni dan budaya seperti tulisan memudar, namun sistem pertanian bertahan dan terdiversifikasi."
Temuan ini bisa membantu eksplorasi masa depan tentang peradaban Indus. Daat ini, para peneliti sedang menebak di mana pemukiman Harappan yang lebih signifikan, berdasarkan hubungan mereka dengan sungai.
Sementara, meski diduga membuat punah kebudayaan kuno, belum jelas bagaimana akibat dari perubahan iklim modern. Para ilmuwan telah merinci temuan mereka pada 28 Mei 2012 dalam jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences.(sj)
• VIVAnews