BOGOR – Peristiwa jatuhnya pesawat Sukhoi Superjet 100 di kawasan Gunung Salak, Jawa Barat memunculkan banyak cerita. Tak ketinggalan cerita gaib. Konon, jatuhnya pesawat buatan Rusia ini dilihat dari kaca mata mistik telah menyinggung penunggu gunung yang mempunyai tiga puncak ini yakni Prabu Siliwangi.
Pesawat anyar ini dianggap memamerkan kelebihannya di atas kawasan pangapungan, sebutan Gunung Salak zaman dulu. Padahal, sikap unjuk gigi dengan melakukan manuver berlebihan ini merupakan sikap yang tidak disukai penguasa gunung ini. Sebab, Prabu Siliwangi tidak menyukai orang yang suka melihat orang sombong dengan memamerkan kepandaian atau kelebihannya.
Hal ini langsung disampaikan oleh Juru Kunci Gunung Salak, Marsya Abdullah. Ketika ditemui Pos Kota di kediamannya tepatnya di Kampung Pasir Pogor RT 03/07, Desa Cipelang, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor. Pria berusia 40 tahun ini membeberkan secara panjang sejarah Gunung Salak.
Menurut Marsya, dari cerita nenek moyangnya secara turun temurun bentuk Gunung Salak tidak sebesar sekarang. Gunung Salak ini berjenis kelamin laki-laki. Kejadian jatuhnya pesawat Sukhoi ini sekitar tahun 1980 sudah diramalkan. Ramalan itu diketahui Marsya dari ayahnya sendiri, Alm Mbah Haji Entong Madrowi. Bunyi ramalan itu yakni suatu hari nanti Gunung Salak bakal banyak dikenal dan dikunjungi warga. Masih bunyi ramalan itu, di kawasan pangapungan akan dijadikan landasan pesawat terbang.
“Memang ramalan itu tidak merinci secara detail. Namun kejadian jatuhnya pesawat ini membuktikan ramalan nenek moyang. Akibat kejadian ini Gunung Salak diketahui banyak orang. Malah beritanya sampai ke luar negeri. Kedua, di kawasan ini dibuat landasan helikopter. Dan ini juga terbukti dengan digunakannya sejumlah tempat di sekitar kawasan gunung dijadikan tempat landasan helikopter (helipad, red),” papar Marsya.
Dikhawatirkan Marsya, peristiwa jatuhnya pesawat ini merupakan tanda turunnya kembali Gunung Salak untuk melamar Gunung Gede. Soalnya, dari cerita nenek moyang dahulu kala Gunung Salak pernah melamar Gunung Gede. Namun, waktu itu Gunung Gede menolak keinginan Gunung Salak. Alasannya, waktu itu bentuk Gunung Salak tidak sebesar sekarang.
Gunung Salak, dari cerita karuhun Marsya akhirnya pulang dan melakukan tapa. Kemudian, bentuk Gunung Salak menjadi besar seperti sekarang. Dengan bentuk yang baru, akhirnya Gunung Salak kembali datang ke Gunung Gede. Gunung Gede akhirnya malu melihat bentuk Gunung Salak berukuran besar. Saking malunya Gunung Gede menutup muka dengan ramo ( jari-jari tangannya) yang akhirnya menjadi Gunung Pangrango. Waktu itu, Gunung Gede pulang dan berjanji akan kembali lagi untuk meramal secara pasti.
“Yang namanya ngelamar pasti harus ada persiapan seperti barang-barang berharga dan harus banyak orang yang mengantar. Ditakutkan, jatuhnya pesawat ini bagian dari Gunung Salak untuk mengumpulkan pengantarnya,” kata Marsya.
Untuk mencegah hal itu, hendaknya tiap pengunjung yang datang ke Gunung Salak menjaga sikap dan ucap. Jangan sampai, penguasanya tersinggung dan akhirnya menjadi petaka. “Ibarat kita bertamu ke rumah orang lain harus memakai tata krama,” tandas ayah tiga anak ini. (sule/yopi)